Sabtu, 20 November 2021

Pemerang isi Otak

 Asli yang tak diyakini, palsu yang menjadi dambaan. Begitulah keadaan dunia saat ini. Banyak hati tertipu oleh manisnya racun, sedang obat sudah tak laku lagi. Dimana letak nurani? Kau pikir seisi dunia memeliharamu ha ha ha di dunia hanya ada mereka dan dirinya sendiri. Berkelabuh kesana-kemari kembali lagi menyakiti dengan landasan mencintai diri sendiri! Muak ku mendengarnya, tutup telinga tapi mata tak henti melihat kebohongan yang terus dibenarkan.

Apa yang sedang kau cari? Bahagia, reputasi, atau sejenak ketenangan. 3 hal yang semakin dicari tak usai dapat jawabannya.. Malas menjalani sebuah proses menyakitkan sedang kau ingin kemewahan! Berhenti sejenak ku ingat lagi, sampai dimana perjuangan itu. Dan entah perjalanan itu hingga membawaku telah sampai disini.

Pusing ku dibuat dunia, seakan tak ada habisnya dan tak ada yang bisa dikejar. Dirasa pun sudah tak ada rasa. Bergumam dan bergelut dengan pikiran sendiri, mencari dimana ujungnya? Dimana akhirnya bahagia itu? Tapi lagi-lagi sia-sia.

Mereka berlomba menjadi yang terlihat baik, tapi ternyata hanya sandiwara belaka mengundang polemik dengan segala pembenarannya. Hidupku hidupmu tak ada yang lebih baik!

Berdiam dan terus berperang pikiran dengan diri sendiri. Mencoba melihat dari sisi berbeda dan tetap saja tak ada sisi yang baik kurasa.

Kembali lagi ku dengan isi hati memulai perang menghabisi isi pikiran sendiri. Apa yang sebenarnya kucari? Apa yang sebenarnya mereka pentingkan itu?

Diri Teman Baik

 Ternyata terlewati sudah kala itu yang ku anggap tak mungkin bisa hilang.

Sadarku ternyata ku mampu melaluinya, sepanjang itu jalan yang sudah ditempuh tuk jadikanku saat ini.


Menyendiri akan selalu menjadi hal yang menenangkan, berdiam dan berdamai dengan air mata.

Walau kadang ia mendahului rasa, mengalir tak lihat tempat. Percayaku tenang selalu jadi tujuan dan lagi lagi ia adalah teman yang menenangkan.


Tersadar dari segala hal pahit, getir, patah, berdarah pun menjadi makanan yang tak bisa dihindari lagi. Lalu bagaimana bisa kurasakan perih duri dijari manisku? Jika lama sudah pisau menancap dijantung?


Bernafas dengan penuh kesesakan, berjalan tanpa arah pasti. Seakan hidupku tak terpilih untuk dirasakan damai.

Tak apa, masih ada kaki yang senantiasa menopang.

Tak apa, masih ada ruang hati tuk bersandar sejenak.

Tak apa, masih ada air mata yang selalu menenangkan.....