Minggu, 17 Oktober 2021

Curahan hati hamba Tuhan

 Tuhan, entah darimana datangnya tapi aku percaya akan rencanamu.

Disetiap air mataku yang penuh harapan, selalu berhasil Kau buat ku terkagum dengan jawabanMu. Kali ini aku benar-benar berserah kepadaMu, apapun yang kurasakan adalah bagian dariku untuk lebih baik.

Terimakasih, sampai detik ini perlahan aku kuat. Perlahan Engkau latih aku dengan hal tak terduga dalam hidupku.

Yang sesungguhnya tak harus dirasakan pahit, terimakasih telah tunjukkanku untuk merasakan dengan cara yang berbeda.

Maaf, jika selama ini keluhku seakan tak mensyukuri nikmatmu yang lebih besar dari ujianMu.

Maaf untuk aku yang selalu terburu-buru menginginkan bahagia. Padahal bahagia itu sedekat nadiku sendiri.

Bahagia adalah ketika aku utuh menjadi diriku sendiri, dan alam semesta ikut serta mendukung itu.

Tuhan, jadikan aku orang yang selalu ingat bahwa kuat tak hanya dalam ucap. Tapi kuat adalah dalam tekat dan hati. Jadikan aku seperti karang yang selalu menyambut ombak dengan senyuman.

Sekuat itu aku berharap.

Tentang perasaan yang selalu kupertanyakan, perlahan ku lepaskan semuanya walau dengan hati tak ikhlas. Hanya harap untuk hati jadi lega saja.

Tuhan jika memang belum waktu terbaik untukku, yakinkanku untuk tak menginginkan hal yang salah.

Yakini aku bahwa waktunya nanti akan tetap terindah untukku. Dia yang kini masih entah siapa, hadirkan untukku diwaktu yang tepat. Karna aku tak ingin buru-buru lagi. Terserah Tuhan, kali ini ku pasrahkan semuanya kepadaMu, siapapun itu....

Dan esok jika dia benar datang, persiapan kan aku untuk menjadi seseorang yang jauh lebih siap. 



Penanggungan, 17 oktober 2021

Jumat, 15 Oktober 2021

Harap yang tak diharapkan

 Malam ini aku kembali merasakannya lagi, sakit dan kecewa yang sudah meradang. Tak sembuh malah semakin sering kambuh. Entah datangnya darimana? Siklus yang kurasa sangat menyiksa.

Perjalanan ke 25 tahun yang sangat menguras energi dan batin. Tak banyak inginku sekarang hanya harap tenang.

Mungkin teguran sang pencipta karna telah jauh melupakan, tapi kumohon jangan seperti ini. Sungguh siksaan batin lebih menyakitkan dari sakitnya badan.

Aku benci harus memakai topengku lagi, seolah aku tak apa-apa. Aku benci menyenangkan banyak pihak, tapi diriku sendiri tak terpenuhi. Kembali lagi aku berharap hanya ketenangan.

Semakin hari, semakin tak tau arah. Tak tau apa tujuan perjalanan ini. Setiapkali ku menemukannya ternyata tak kudapati tempatnya. Berulang kali dan berulang lagi, seakan tak ada tempat yang sebenarnya ada.

Mungkin aku yang selama ini menaruh harap yang salah. Menaruh keinginan yang salah.

Aku benci, tapiku akui rumahku telah hilang. Dan aku tak tau bagaimana caranya memulai membangun lagi. 

Berlunta-lunta kesana-kemari tak kunjung ditemui, tapi tak henti menaruh harap yang tak pasti. Dan sekali lagi ku ingin bertanya dimana letak ketenangan itu?

Air mata sudah tak menjadi obat lagi, semakin membenarkan diri untuk ingin menghilang saja!

Minggu, 10 Oktober 2021

Hadirmu sudah tak ada arti

 Kembali lagi aku dengan patahan yang selalu setia menghampiri. Entah aku yang terlalu rapuh atau kuatnya badai selalu berhasil mengalahkan kuatku. Aku yang tetap berdiri tegak seperti kukira, tapi nyatanya cermin bicara lain. Semakin bungkuk memanggul beban tak berwujud.

Hei, sapaan dia yang selalu berhasil membuatku tersenyum. Tapi tidak hari ini! Kau datang lupa membawa topeng indahmu yang ku tau meluluhkan itu. Hari ini kau datang dengan semua sudut-sudut pahit yang melihatnya pun aku hilang rasa.

Kejam, diriku sendiri menilaiku! Tapi tuan jika teman yang kau cari kau sudah temukannya? Lalu apa sisiku yang kau incar?

Baikmu tak pernah salah jika berada disini, tapi entah gejolak datangnya dari mana semuanya sudah tidak bisa diterima. Maaf tuan hadirmu sudah tak lagi menjadi arti.

Esok hari kau bilang aku akan jadi ratu, tapi berungkali ku tanya dimana mahkotanya? Jangan banyak mau! Kau bilang.

Tak masalah, jika sudah termiliki. Tapi jangan harap, harapku akan kembali.

Jalani saja, pembenaran kesekian yang membuat semakin muak!

Penindasan yang kau jadikan kekuatan tuk aku tak berbuat apa-apa. Jangan salah sekalipun kau benci aku sudah siap tuan.

Sampai detik ini kebodohan terus membuatku tak beranjak, bukan karena cinta tapi buta yang tak kunjung reda.

Terimakasih

Dariku sang bodoh yang tak kunjung sembuh