MAKALAH
ANTROPOLOGI SOSIOLOGI
OLAHRAGA
MATA KULIAH KEPELATIHAN
FISIK LANJUTAN
oleh
Paramita Setyani Sasmita
150631600997
Dosen pembimbing
Drs. Roesdiyanto M,Kes
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
KEOLAHRAGAAN
JURUSAN PENDIDIKAN
KEPELATIHAN OLAHRAGA
April 2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas
kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya. Tak lupa shalawat serta salam kita haturkankan kepada Nabi besar
Muhammad SAW beserta Keluarga dan Para Sahabatnya
Dan tak lupa pula
kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Roesdiyanto, yang telah memberi kesempatan dan
kepercayaannya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan langkah demi langkah
makalah yang berjudul “Sosiologi Olahraga”
ini, meskipun isinya yang sangat sederhana dan tak luput pula dari kesalahan.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dan terutama mahasiswa olahraga.
Harapan saya
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat terbuka demi kesempurnaan makalah ini,
dengan begitu kami sebagai penyusun dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini dan kedepannya menjadi lebih baik lagi.
Malang,
9 April 2016
Paramita
Setyani Sasmita
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Antropologi
sebagai disiplin ilmu terus berkembang, tidak hanya pada tataran teoritis
tetapi juga sebagai ilmu terapan yang mampu memberikan masukan bagi para
pembuat keputusan dalam menentukan kebijakan pembangunan. Di Indonesia,
perkembangan antropologi sebagai disiplin ilmu yang dipelajari para mahasiswa
di perguruan tinggi masih tergolong baru. Salah satu tokoh penting dalam
perkembangan antropologi di Indonesia adalah Koentjaraningrat, sehingga dapat
dikatakan bahwa ia merupakan bapak antropologi di Indonesia (Suparlan, 1988).
Sebagai tokoh sentral di Indonesia, Koentjaraningrat telah meletakkan
dasar-dasar antropologi Indonesia.
Perkembangan
sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia awalnya hanya sebagai ilmu
pembantu tetapi sekarang menjadi ilmu yang penting, di indonesia sosiologi
antropologi merupakan ilmu yang masih baru. Mempelajari sosiologi dan
antropologi memiliki banyak manfaat serta meningkatkan peradaban baik dalam
masyarakat maupun bangsa dan negara. Konsep
sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi
olahraga, khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya
dinamika dan perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena
olahraga mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek
olahraga. Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan
kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya.
Oleh karenanya
pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin,
dan salah satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah sosiologi. Dari sisi
pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan bahwa
olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan
masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat
telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma,
pranata, kelompok, lembaga, peranan, status, dan komunitas. Sosiologi berupaya
mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau
kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud
terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan
pelakunya untuk peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh
menyeluruh.
Rumusan
Masalah
1. Apa Devinisi Antropologi ?
2. Apa Devinisi Sosiologi?
3. Bagaimana Hubungan Antropologi dan
Sosiologi?
4. Mengapa harus ada Antropologi Sosiologi dalam
Kehidupan Manusia?
5. Bagaimana sosiologi dalam olahraga?
Tujuan
1. Dapat Mengetahui Devinisi Antropologi
2. Dapat Mengetahui Devinisi Sosiologi
3. Dapat Menjelaskan Hubungan
Antropologi dan Sosiologi
4. Dapat Menjelaskan Antropologi Sosiologi dalam
Kehidupan Manusia
5. Dapat Menjelaskan Sosiologi
dalam Olahraga
BAB II
PEMBAHASAN
Antropologi
Kehidupan
manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosialnya, meliputi
berbagai aspek. Salah satu aspek yang bermakna dalam kehidupan manusia
yang juga mencirikan kcmajuannya yaitu kebudayaan. Bidang ilmu sosial yang
mengkhususkan telaahannnya kepada kebudayaan itu tidak lain adalah
Antropologi. E.A. Hoebel (Fairchild, H.P. dkk.: 1982:12) secara singkat
mengemukakan “Antropologi adalah suatu studi tentang manusia
dengan kerjanya”.Sedangkan Koentjaraningrat (1990:11) juga
secara singkat mengemukakan “Antropologi berarti ilmu
tentang manusia”. Dua ungkapan di atas menyatakan bahwa antropologi
itu studi atau ilmu tentang manusia. Hoebel Iebih tegas dengan
menyebutkan dengan kerjanya, sedangkan Koentjaraningrat tidak.
Sehingga dapat ditafsirkan
pernyataan tersebut, yaitu khusus
yang dikemukakan oleh Hoebel tentang kerjanya, yang dapat diartikan sebagai
kerja dalam arti kegiatan pikiran dan pemikiran yang berarti budaya
serta kebudayaannya. Oleh karena itu, pengertian antropologi lebih tepat
dikatakan antropologi budaya, yang dikemukakan oleh Hoebel, bahwa “Antropologi
budaya itu tidak lain adalah studi tentang perilaku manusia”
(Fairchild, dkk.: (1982:12). Dalam struktur ataupun humaniora, konsep atau
istilah ilmu kebudayaan itu tidak ada. Dengan demikian sebutan antropologi
di sini berarti antropologi budaya yang berarti studi atau ilmu yang
mempelajari manusia dengan perilaku sosial dan atau dengan kebudayaannya.
Pembahasan
tentang budaya dan kebudayaan lebih lanjut yang berkaitan dengan antropologi
atau antropotogi budaya, bahwa di antara manusia dengan makhluk hidup yang
lain, khususnya dengan binatang terdapat perbedaan yang mendasar.
Perbedaan tersebut terletak pada akal pikiran yang berkembang dan dapat
dikembangkan. Manusia dan binatang sebagai makhluk Al-Khalik Maha Kuasa,
sama-sama dikaruniai otak, namun otak manusia dilengkapi oleh kemampuan yang
berkembang dan dapat dikembangkan seperti telah dikemukakan, sedangkan otak
binatang tidak demikian. Oleh karena itu, manusia dengan akal pikirannya
inilah yang menghasilkan kebudayaan.
Kebudayaan,
akar katanya dari kata buddayah, bentuk jamak dan buddhiyang berarti budi atau akal (Koentjaraningrat:
1990:9) Soejono Soekanto: 1990:188). Kata buddhayah dan
atau buddhi itu berasal dan Bahasa Sanskerta. Dengan demikian, kebudayaan itu
dapat diartikan sebagai “hal-hal yang berhubungan dengan budi dan
atau akal”. Mengenai kebudayaan ini, terdapat dalam beberapa
konsep dari beberapa pakar dibidang ini, antara lain C.A.
Eliwood (Fairchild, H.P., dkk.: 1982:80) mengungkapkan “Kebudayaan dalah nama
kolektif semua pola perilaku ditransparansikan secara sosial melalui
simbol-simbol; dan sini tiap unsur semua kemampuan kelompok umat manusia
yang karakteristik, yang tidak hanya meliputi bahasa, peralatan, industri,
seni, ilmu, hukum, pemerintahan, moral, dan keyakinan kepercayaan saja,
melainkan meliputi juga peralatan material atau artefak yang merupakan
penjelmaan kemampuan budaya yang menghasilkan pemikiran yang berefek
praktis dalam bentuk bangunan, senjata, mesin, media komunikasi, perlengkapan
seni, dan sebagainya.
Pengertian
kebudayaan secara ilmiah berbeda dengan pengertian konotatif sehari-hari.
Hal tersebut meliputi semua yang dipelajari melalui sambung rasa atau
komunikasi timbal arah. Hal itu meliputi semua bahasa, tradisi, kebiasaan,
dan kelembagaan. Tidak ada kelompok umat manusia yang memiliki maupun yang
tidak memiliki bahasa, tradisi, kebiasaan, dan kelembagaan-kebudayaan itu
sifatnya universal yang merupakan ciri yang berkarakteristik masyarakat
manusia. Konsep yang dikemukakan
oleh Eliwood di atas sangat jelas dan
gamblang bahwa kebudayaan itu hanya menjadi milik otentik manusia.
Dari konsep tadi, tercermin pula konsep-konsep dasar antropologi yang
melekat pada kehidupan masyarakat manusia. Namun demikian, konsep-konsep
dasar itu akan diketengahkan kembali secara lebih lengkap. Konsep-konsep
dasar itu meliputi:
1.
Kebudayaan
2.
Tradisi
3.
Pengetahuan
4.
Ilmu
5.
Teknologi
6.
Norma
7.
Lembaga
8.
Seni
9.
Bahasa
10. Lambang
11. Dan banyak hal serta fenomena yang dapat
kita sendiri menggalinya.
Konsep
kebudayaan menurut C.P. Kottak (1990:37) sebagai berikut:
“Semua populasi manusia mempunyai
kebudayaan, yang menjadi milik umum yang merekat jenis manusia. Kebudayaan
inilah yang secara umum merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh jenis
manusia. Akhirnya dapat dikemukakan ada budaya belajar, yang secara unik
bergantung pada pengembangan kemampuan manusia menggunakan tambang,
isyarat yang tidak dimiliki kepentingan atau hubungan alamiah dengan
hal-hal di pihak manusia sendiri”. Apa
yang dikemukakan oleh Kottak, ada hal yang menonjol pada jenis
manusia yaitu, budaya belajar, yang membawa kemajuan yang sangat
pesat pada diri manusia terutama selama abad-abad terakhir ini. Budaya
belajar, kemampuan akal-pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan,
menjadi landasan pelaksanaan pendidikan yang membawa kemajuan manusia
dengan segala aspek serta unsur kebudayaan. Bahkan melalui pendidikan ini,
segala sesuatu yang melekat pada diri manusia yang menjadi konsep dasar
antropologi itu juga mengalami pergeseran. Dalam hal ini kita mengalami
apa yang disebut pergeseran tradisi, nilai, norma, dan kelembagaan. Yang
selanjutnya juga berdampak pada perkembangan dan kemajuan pengetahuan,
ilmu dan teknologi, atau bahkan juga terjadi pengaruh sebaliknya
Mengenai
tradisi tidak lain adalah kebiasaan-kebiasaan yang terpolakan secara
budaya di masyarakat. Kebiasaan yang
dikonsepkan sebagai tradisi ini, karena telah berlangsung
turuntemurun, sukar untuk terlepas dari masyarakat. Namun demikian, karena
pengaruh komunikasi dan informasi yang terus-menerus melanda kehidupan
masyarakat, tradisi tadi mengalami pergeseran. Paling tidak fungsinya
berubah bila dibandingkan dengan maksud semula dalam konteks budaya masa
lampau. Tata upacara tertentu di masyarakat yang semula bernilai ritual
kepercayaan, pada saat ini tata upacara itu masih dilakukan, namun
nilainya tidak lagi sebagai suatu bentuk ritual, melainkan hanya dalam
upaya untuk mempertahankan tapi persaudaraan,
bahkan hanya sebagai hiburan.
Kebiasaannya
keberlakuannya lebih terbatas bila dibandingkan dengan tradisi, yaitu : Tegur-sapa, mengetuk pintu kalau bertamu,
mendahulukan orang tua atau yang dituakan, berpakaian rapi jika
mengunjungi orang yang dihormati, dan lain-lain sebangsanya, hal itu
merupakan kebiasaan. Namun pulang mudik pada hari lebaran atau tahun baru,
sampai saat ini masih menjadi tradisi untuk kelompok masyarakat tertentu.
Dalam
lingkup antropologi dan kebudayaan, pengetahuan, ilmu dan teknologi merupakan
konsep dasar yang terkait dengan budaya belajar. Tiga konsep
dasar tersebut saat ini biasa dijadikan sebagai IPTEK (ilmu pengetahuan
dan teknologi). Penyatuan tiga konsep
tersebut sangat beralasan, karena ketiganya sangat erat kaitannya satu
sama lain. Jika pengetahuan merupakan kumulasi dari pengalaman dan hal-hal
yang kita ketahui, sedangkan ilmu merupakan pengetahuan yang-
telah tersistematisasikan (tersusun) yang berkarakter tertentu sesuai
dengan objek yang dipelajari, ruang lingkup telaahannya, dan metode yang
dikembangkan serta diterapkannya. Pengetahuan yang menjadi biang ilmu,
sifatnya masih acak. Adapun penerapan ilmu dalam kehidupan untuk
memanfaatkan sumber daya bagi kepentingan manusia, itulah yang kita sebut
teknologi. Kita yakin bahwa tiga konsep tersebut sangat erat kaitannya
satu sama lain. Oleh karena itu pula kita sepakat untuk memadukannya
menjadi IPTEK.
Pada
masyarakat yang sederhananya dan terpencil dari keramaian, IPTEK itu ada
pada mereka. Namun kualitasnya pasti sangat berlainan dengan masyarakat
yang telah maju. Dengan mengetahui kondisi tiap kelompok masyarakat
termasuk tradisi, kebiasaan dan kemampuan IPTEK-nya. Dalam kehidupan masyarakat dan bermasyarakat, keluarga
merupakan lembaga yang memiliki fungsi majemuk. Ia menjadi lembaga ekonomi
dalam menjamin kebutuhan pangan, sandang dan papan (rumah), ia juga
berfungsi sebagai lembaga pendidikan dalam meletakkan dasar pendidikan
kepada anggotanya, ia juga menjadi lembaga peradilan dalam mempertahankan
keseimbangan hak dan kewajiban di antara anggotanya, ia juga menjadi
lembaga pemerintahan dalam menjaga kesejahteraan-ketentraman-keamanan
seluruh anggotanya, dan demikian seterusnya.
Oleh
karena itu, keluarga dan lembaga merupakan konsep dasar yang bermakna
pada studi antropologi. Dalam konteks budaya dan masyarakat, keluarga dan
lembaga serta keluarga sebagai lembaga selalu menjadi perhatian.
Perkembangan
Antropologi
Seperti
halnya Sosiologi,
Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase
sebagai berikut:
Sekitar abad
ke-15-16,
bangsa-bangsa di Eropa mulai
berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia,
hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku yang
asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka
catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu
yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri
fisik, kebudayaan,
susunan masyarakat,
atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku
asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau
deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian
pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa
Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah,
menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan etnografi.
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi
tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara
berpikir evolusi masyarakat
pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan
dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa
sebagai bangsa-bangsa primitif yang
tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis,
mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.
Pada fase ini, negara-negara di Eropa
berlomba-lomba membangun koloni di
benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun
koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa
asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa
serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara
Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya.
Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku
bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk
kepentingan pemerintah kolonial.
Pada fase ini, Antropologi berkembang
secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa
Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang
besar di Eropa, Perang
Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan
dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia
kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan
sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul
semangat nasionalismebangsa-bangsa
yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari
bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih
memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama
bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut
menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk
pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman
Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Dalam
kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang pernah hidup
pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini. Mahluk manusia ini
hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang ada di bumi ini yang
diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu. Antropologi bukanlah satu
satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ilmu-ilmu lain seperti ilmu
Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi yang
mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh manusia
dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu
ini tidak mempelajari atau melihat manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu
Antropologi disebut dengan Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi.
Antropologi berusaha untuk melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada
semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh
semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka
bertingkah-laku seperti itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan
mendasar dalam studi-studi Antropologi.
Cabang
Antropologi
Dalam pembagian
yang dilakukan oleh Koentjaraningrat (1996) berdasarkan perkembangan
antropologi di Amerika Serikat, ruang lingkup dan batas lapangan perhatian
kajian antropologi memfokuskan kepada sedikitnya lima masalah berikut ini
(Koentjaraningrat, 1996), yaitu:
1. masalah sejarah
asal dan perkembangan manusia dilihat dari ciri-ciri tubuhnya secara evolusi
yang dipandang dari segi biologi;
2. masalah sejarah
terjadinya berbagai ragam manusia dari segi ciri-ciri fisiknya.
3. Masalah
perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan di dunia;
4. Masalah sejarah
asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia.
5. Masalah
mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat-masyarakat
suku bangsa di dunia. Berdasarkan penggolongan masalah di atas maka dapat
dibedakan 5 (lima) ilmu bagian antropologi yang menangani masing-masing masalah
tersebut yaitu:
1.
Paleoantropologi dalam arti “luas”
2. Antropologi
Fisik Antropologi Budaya
3. Prasejarah atau
Antropologi
4. Etnolinguistik
Sosial
5. Etnologi
Berdasarkan
penggolongan tersebut, Koentjaraningrat memerinci lagi ke dalam beberapa cabang
ilmu. Etnologi memiliki dua cabang ilmu yaitu Antropologi Diakronik atau
Etnologi (Etnhonology) dan Antropologi Sinkronik atau Antropologi Sosial
(Social Anthropologi). Antropologi Spesialisasi berkembang terus menerus sesuai
dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan untuk saling mengisi di antara beberapa
ilmu lain dengan Antropologi, seperti Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik,
Antropologi Kependudukan, Antropologi Kesehatan, Antropologi Psikiatri
(kesehatan jiwa), Antropologi Pendidikan, Antropologi Perkotaan, dan
Antropologi Hukum (Koentjaraningrat, 1996).
Sementara itu
beberapa cabang Antropologi yang kemudian dikenal saat ini adalah Antropologi
Kesenian, Antropologi Maritim, dan Antropologi Agama (lihat Harsojo, 1984).
Sejalan dengan Koentjaraningrat, Haviland (1991) memperlihatkan bahwa cabang
antropologi secara umum dibagi ke dalam 2 cabang besar, yaitu antropologi fisik
(physical anthropology) dan antropologi budaya (cultural anthropologi).
Antropologi budaya terbagi lagi ke dalam arkeologi, antropologi linguistik, dan
etnologi.
Hubungan
Antropologi Dengan Ilmu Lain
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga
mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi
dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan
istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.
1.
Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik
dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur
dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia
itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi
Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan
keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain
menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan
menyampaikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak
berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.
2.
Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda
peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan
penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata. Benda –benda
ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang
mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model
kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang
direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang
sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau
bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.
3.
Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih
sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut
dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu
tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari
disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa
yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada
proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang
dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka
mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar
dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada
disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan
kebudayaan.
Kebudayaan dari
kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat
besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi
Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi
kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang
kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari
bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi
yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada
kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk
spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Perkembangan
antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada
data yang diperoleh dari dan mengenai informan atau responden, dan sebagian
lainnya dari metode ilmiah dan imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya.
Data yang diperoleh digunakan untuk pengembangan teori-teori dan
pendekatan-pendekatan serta metodologi; dan juga untuk dapat digunakan untuk
kepentingan-kepentingan praktis bagi kebijaksanaan untuk merubah cara-cara
hidup tertentu dari para informan atau responden agar sesuai dengan dan
mendukung program-program pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah
atau untuk kepentingan praktis lainnya yang dikelola oleh badan-badan atau
yayasan-yayasan swasta domestik maupun luar negeri.
Sosiologi
Secara etimologis, sosiologi berasal
dari Bahasa latin “socius” yang berarti teman dan Bahasa yunani “logos” yang
berarti kata, perkataan, atau pembicaraan. Jadi secara harfiah sosiologi adalah
pembicaraan atau perbincangan teman pergaulan. Menurut Auguste Comte (17:2005),
Sosiologi berarti suatu positif tentang hokum-hukum dasar dari berbagai gejala
social yang dibedakan menjadi sosiologi statis dan dinamis. Auguste Cote
menggunakan istilah sosiologi sebagai pendekatan khusus untuk mempelajari
tentang masyarakat. Secara
umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses
social yang terjadi di dalamnya. Struktur social adalah keseluruhan jalinan
antara unsur-unsur social yang pokok, yaitu kaidah social (norma), lembaga
social, kelompok serta lapisan social. Sebagai ilmu social, objek materi sosiologi
adalah masyarakat. Sedangkan objek formanya adalah hubungan antar manusia, dan
proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat
dibatasi oleh unsur-unsur :
·
Manusia yang hidup bersama.
·
Hidup bersama dalam waktu yang relative lama.
·
Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
·
Mereka merupakan suatu system hidup bersama yang mampu
melahirkan kebudayaan.
Dalam mempelajari
masyarakat sebagai objek kajian, sosiologi memfokuskan studinya pada hal-hal
berikut.
·
hubungan timbal balik
antara manusia satu dan manusia lainnya.
·
hubungan antara individu
dan kelompok.
·
hubungan antara kelompok
yang satu dan kelompok lainnya.
·
proses yang timbul dari
hubungan-hubungan tersebut dalam masyarakat.
Hubungan
Antropologi dan Sosiologi
Seorang manusia akan
memiliki perilaku yang berbeda dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut
kembar siam. Ada yang baik hati suka menolong serta rajin menabung dan ada pula
yang prilakunya jahat yang suka berbuat kriminal menyakitkan hati. Manusia juga
saling berhubungan satu sama lainnya dengan melakukan interaksi dan membuat
kelompok dalam masyarakat. Hal-hal tersebut dapat dikaji dengan pendekatan
antropologi dan sosiologi.
Sosiologi berasal
dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti
kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Menurut ahli
sosiologi lain yakni Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak,
berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut
memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
Objek dari
sosiologi adalah masyarakat dalam berhubungan dan juga proses yang dihasilkan
dari hubungan tersebut. Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan
sosialnya. Pokok bahasan dari ilmu sosiologi adalah seperti kenyataan atau
fakta sosial, tindakan sosial, khayalan sosiologis serta pengungkapan realitas
sosial.
Antropologi
berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti "manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia
sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua
sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi
kemanusiannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi
dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/
perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan
dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali
dilakukan pada pemusatan penelitan pada pendudukyang merupakan masyarakat
tunggal.
Sosiologi
dalam Kehidupan
Sosiologi
merupakan disiplin ilmu yang berkaitan dengan ilmu sosial sehingga tidak
mengherankan bila lulusannya diharapkan memiliki ide untuk mengatasi masalah sosial.
Selain itu, sosiologi juga memiliki beberapa kegunaan yang sudah cukup terkenal
di masyarakat. Berikut ini adalah beberapa kegunaan sosiologi dalam
masyarakat yang perlu anda ketahui:
1.Pemecahan
masalah sosial
Masalah
sosial selalu timbul bila ada kelompok sosial, jadi sebenarrnya masalah sosial
merupakan suatu masalah yang diciptakan oleh kelompok sosial tersebut. Masalah
sosial biasanya timbul karena adanya ketidak puasan dalam hidup seperti masalah
ekonomi, masalah kesehatan, masalah keamanan, dan lain sebagainya. Bila orang
tersebut mempelajari tentang sosiologi tentunya mereka akan tahu bila ada dua
metode untuk menangani masalah sosial yaitu metode preventif dan metode
represif.
2. Masalah
pembangunan
Sosiologi
dalam hal pembangunan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dari segi akumulatif
dan segi alternative. Dalam hal membuat taraf hidup seseorang membaik, maka
cara structural dan spiritual diperlukan. Untuk melaksanakan pembangunan bisa
dimulai dari memperbaiki pendidikan, baru kemudian bisa dilakukan tahap lainnya
karena prioritas utama dalam pembangunan adalah melakukan perbaikan ekonomi
secara menyeluruh untuk semua kalangan.
3. Perencanaan
sosial
Seperti
yang telah diketahui bahwa perencanaan sosial merupakan kegiatan untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang akan terjadi dengan dibuat secara ilmiah.
Cara ini bisa membuat kelompok sosial yang lebih baik.
4. Penelitian
Metode
penelitian yang ada di sosiologi bisa diterapkan di semua aspek kehidupan
masyarakat. Penelitian dalam sosiologi sangat berguna untuk mengatasi
permasalahan dalam kelompok sosial. Hal ini terutama dikarenakan interaksi
antar individual dalam kelompok masyarakat menjadi salah satu factor pemicu
konflik.
Itulah beberapa sebab
mengapa sosiologi perlu dalam kehidupan manusia.
Konflik atau masalah yang berkaitan dengan ilmu sosial memang tidak bisa
ditangani dengan cara biasa saja. Artinya seseorang harus memahami tentang
sosiologi terlebih dahulu sebelum bisa mengatasi hal-hal yang berbau konflik
sosial. Dengan demikian anda akan menenukan cara yang lebih baik yang bisa
digunakan untuk mengatasi konflik atau masalah sosial yang ada. Jadi, dengan
mengetahui tentang sosiologi maka kita akan menemukan banyak kegunaan
sosiologi dalam masyarakat.
Menurut
Aristoteles, manusia pada kodratnya adalah makhluk sosial. Dia tidak
akan memperoleh keutamaan dan menjadi baik jika dia tidak mempunyai teman dan
terasing dari masyarakatnya. Menurutnya, manusia harus hidup dalam masyarakat. Comte (1798-1857) menyatakan
bahwa sosiologi adalah ilmu tentang gejala sosial yang tunduk pada hukum alam
dan tidak berubah-ubah.
Pitirim A.
Sorokin menyatakan bahwa sosiologi mempelajari hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial. Misalnya, antara
gejala ekonomi dan agama, keluarga dan moral, hukum dan ekonomi, serta masyarakat
dan politik. Auguste
Comte, filsuf Prancis, melihat perubahan-perubahan dalam masyarakat
tidak hanya positif, tetapi juga negatif, misalnya konflik dalam
masyarakat.
Sosiologi
dalam Olahraga
Sosiologi olahraga
merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga dapat
dikatakan sebagai sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada
permasalahan olahraga. Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan
gabungan dari dua disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald
Chu disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai ilmu murni
yang bersifat non-etis, teori-teori sosiologi berpeluang untuk dicercap oleh
disiplin ilmu lain, dan sebagai disiplin ilmu yang relatif baru, olahraga masih
menggunakan teori-teori dari disiplin ilmu lain untuk menyusun teori ataupun
hukum-hukum keilmuannya. Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat integratif, yaitu
berusaha menerima dan mengkombinasikan secara selaras keberadaan ilmu lain
untuk mengkaji permsalahan yang dihadapi.
Sosiologi olahraga
berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan olahraga, pada
dasarnya manusia melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi sosial dengan
manusia lainnya.
1. Secara
mikro
Kajian ilmu
olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas teori
dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga dihasilkan temuan-temuan yang dapat
memperkokoh keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang
berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi.
Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara
epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.
2. Secara
makro
Kajian ilmu
olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang
terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat
(penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga
dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya
sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi
olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan
telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia
secara luas.
Olahraga pada era
kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari
aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga tidak berlebihan
dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak diperlukan
pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah
sosiologi. Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik
telah dikaji keberadaan sejak dulu.
• Spencer (1873) menyatakan
play as the use of accumulated energy in unused faculties.
• Gross (1898) menyatakan play
was role practice for life
• Mc Dougal (1920) menyatakan
play was the primitive expression of instincts.
Permainan atau
play yang telah diformalkan menjadi game telah diakui dapat berfungsi sebagai
media untuk mempersiapkan anak untuk berperan sebagai orang dewasa.
• Goerge H. Head (1934)
menyatakan games sebagai a medium for the development of the self, sehingga
lebih lanjut dikatakan game the extend of man.
Beragam kondisi
obyektif di masyarakat dapat dijadikan bukti bahwa olahraga telah merambah pada
kehidupan sosial manusia, misalnya: tak ada satupun media massa yang tidak
memuat berita olahraga, bahkan di Amerika telah diyakini bahwa tanpa berita
olahraga, banyak massa media yang akan bangkrut, karena tidak akan dibaca oleh
khalayak.Suatu pertandingan atau perlombaan olahraga telah menyita perhatian
berjuta manusia sebagai penikmatnya, telah memakan jutaan dolar untuk
penyelenggaraannya, belum lagi tenaga dan waktu yang tersita untuk melaksanakan
atau menikmatinya. Pengaruh olahraga di masyarakat tidak sekedar
penghayatan menang atau kalah, tetapi lebih luas lagi menyangkut harga diri,
kebanggaan, penyaluran potensi-potensi destruktif, bahkan pada komunitas
tertentu, olahraga telah diakui kesejajarannya dengan agama.
Bidang Kajian Sosiologi Olahraga
Bidang kajian
sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu, para ahli terkait berupaya
mencari batasan-batasan bidang kajian yang relevan, misalnya:
1. Heizemann menyatakan bagian dari teori
sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
a. Sistem sosial yang
bersangkutan dengan garis-garis sosial dalam kehidupan bersama, seperti
kelompok olahraga, tim, klub dan sebagainya.
b. Masalah
figur sosial, seperti figur olahragawan, pembina, yang berkaitan dengan usia,
pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Plessner dalam studi sosiologi olahraga
menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga
dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
3. Philips dan Madge menulis buku
“Women and Sport” menguraikan tentang fenomena kewanitaan yang aktif melakukan
dipandang daris sudut sosiologi.
Kehidupan Sehari-hari
Olahraga adalah
kebutuhan primer manusia, dan harus dijadikan prioritas dalam kehidupan sehari
hari. Olahraga yang effektif adalah olahraga yang berkeringat sampai pada level
zona latihan. Kesibukan kerja selama lima hari berturut turut sebaiknya
diimbangi dengan olahraga pada hari libur sabtu dan minggu. Gerak adalah
ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu
bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan
gerak adalah meningkatkan kualitas hidup.
Oleh karena itu
Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya,
stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya
bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif
mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti
Penjas-Or.
Masalah Olahraga Rekreasi
1. Olaharaga
rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau
waktu-waktu luang.
2. Menurut
Kusnadi (2002:4) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan
untuk tujuan rekreasi.
3. Menurut
Haryono (19978:10) Olahraga rekreasi adalah kegiatan fisik yang dilakukan pada
waktu senggang berdasarkan keinginan atau kehendak yang timbul karena memberi
kepuasan atau kesenangan.
4. Menurut
Herbert Hagg (1994) “Rekreational sport / leisure time sports are formd of
physical activity in leisure under a time perspective. It comprises sport after
work, on weekends, in vacations, in retirement, or during periods of
(unfortunate) unemployment”.
5. Menurut
Nurlan Kusmaedi (2002:4) olahraga rekreasi adalah kegiatan olahraga yang
ditujukan untuk rekreasi atau wisata.
Hubungan antara olahraga dan kebudayaan.
John C. Phillips
dalam bukunya yang berjudul Sociology of Sport mengkaji tema-tema yang
berhubungan dengan :
a. Olahraga
dan kebudayaan Manfaat transformasi olahraga dan kebudayaan antara lain:
Mendukung program masyarakat sehat, mempererat ikatan sosial masyarakat,
menjaga identitas budaya bangsa, kebanggaan kolektif bangsa, daya tarik
pariwisata dan mendukung terciptanya masyarakat sejahtera.
b. Pelepasan
emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam
kegiatan olahraga, antara lain:
1. Gelisah
Gelisah adalah
gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih ringan.Biasanya
rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan dimulai. Rasa
gelisah akan dapat berubah menggembirakan manakala penyebab datanngnya rasa
gelisah (pertandingan akan dimulai) tertunda pelaksanaanya. Cara yang baik
untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah dengan jalan
merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap positif.
Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
1. Merumuskan
persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya kegelisahan
secara jelas.
2. Memperhitungkan
segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling ringan sampai yang
terburuk.
3. Membuat
persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya terjadi dengan
segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri sendiri maupun
dengan bantuan orang lain.
4. Menghadapi
persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah serta percaya pada kemampuan
diri sendiri.
Dengan cara-cara
tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para olahragawan sedikit
demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.
2. Takut
Rasa takut lebih
baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan. Misalnya seorang atlit
yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam pertandingan yang akan
diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya, akhirnya ia akan terseret oleh
perasaan ” kalah ya biar”.
3. Marah
Marah dapat
dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan
mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan sampai
angkara murka dan mengamuk. Ketika itu terjadi maka detak debar jantung
semakin cepat, tekanan darah dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah
begini bisa-bisa perubahan psikologis akan menyebabkan timbulnya reaksi agresif
dan pelakuan kasar dari sang pemarah.
Untuk mengurangi
akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan perlu dicari
bagaimana cara merendahkan kemarahan yang terjadi. Hal ini dapat diusahakan
dengan cara:
a. Menghambat
spontannitas tindak kemarahan.
b. Mengurangi
agresifitas tindakan.
c. Menanggapi
kemaran dengan usaha-usaha yang positif.
d. Melupakan
atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan.
Fungsi Olahraga yang
menyangkut Sosiologi dalam Kehidupan Sehari-hari.
1. Nilai
Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari olahraga
sering disikapi sebagai media hiburan, pengisi waktu luang, senam, rekreasi,
kegiatan sosialisasi, dan meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga
memang terbukti dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan
kebugaran, memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan
keterampilan. Sayangnya, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks
pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian, masih
kurang disadari. Kepribadian, sosialisasi, dan pendidikan kesehatan, serta
kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda penting dalam proses pendidikan.
2. Fair
Play
Olahraga dengan segala aspek dan
dimensinya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan dan kompetisi, harus
disertai dengan sikap dan perilaku berdasarkan kesadaran moral. Implementasi
pertandingan tidak terbatas pada ketentuan yang tersurat, tetapi juga
kesanggupan mental menggunakan akal sehat. Kepatutan tindakan itu bersumber
dari hati nurani yang disebut dengan istilah fair play. Dalam dua tahun
terakhir, model kompetisi yang dijiwai fair play telah diimplementasikan pada
kompetisi nasional dalam forum Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN) dan
forum internasional, yaitu ASEAN Primary School Sport Olympiade (APSSO).
Hasilnya sungguh menggembirakan karena penerapan tersebut berimplikasi pada
perilaku peserta kompetisi yang lebih mencerminkan jiwa sportivitas, kejujuran,
persahabatan, rasa hormat, dan tanggung jawab dengan segala
dimensinya. Olahraga mengandung dimensi nilai dan perilaku positif yang
multidimensional. Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan
saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif. Kedua, sikap
kerja sama, team work, saling percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan
kecakapan membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang
senantiasa optimistis, antusias, partisipasi!", gembira, dan humoris.
Keempat, pengembangan individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan,
determinasi, kerja keras, kepercayaan diri, kebebasan bertindak, dan kepuasan
diri.
3. Kontrol
sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
Kata kontrol sosial berasal dari kata
‘Social control’ atau sistem pengendalian sosial dalam percakapan sehari-hari
diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan,
khususnya pemerintah beserta aparatnya. Soekanto (1990), menjelaskan bahwa
arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian
pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat
mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi
kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Dari penjelasan
tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu tindakan
seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak dengan
tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai
sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.
4. Sosialisasi
(membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
1. Perubahan
sosial
a. Interaksi
sosial : berhubungan / berinteraksi melalui pembicaraan, perkumpulan,
pergaulan, baik dalam organisasi dan masyarakat.
b. Asimilasi
(sosial) : bercampurnya 2 kebudayaan dalam masyarakat setempat (contoh : dalam
satu negara atau dalam satu keluarga, sehingga tercipta suatu budaya baru.
c. Gerak
sosial (Mobilitas sosial) adalah Proses perpindahan posisi atau status sosial
yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial
masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social
mobility).
2. Kesadaran
(pola tingkah laku yang benar)
Keberhasilan
(cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat) Dalam bidang
penelitian, sosiologi olahraga membuka peluang bagi pengkajian topik yang
berkenaan dengan pranata sosial seperti sekolah dan kehidupan politik,
stratifikasi sosial, penonton dan motivnya, sosialisasi, etika bertanding, dan
masih banyak lagi. Beberapa isu pokok yang dicoba angkat adalah masalah
hubungan individu dan kelompok dalam olahraga yang berkaitan dengan peranan dan
isu gender, masalah ras, agama, nilai, norma, aspek politik, ekonomi, dan
rasionalisasi kegiatan olahraga di negara maju.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sosiologi dan
antropologi adalah objek ilmu manusia. Antropologi mempelajari budaya pada
suatu kelompok masyarakat tertentu; ciri fisiknya, adat istiadat dan
kebudayaannya sedangkan sosiologi lebih menitik beratkan pada manusia dan
hubungan sosialnya. Antropologi lebih cenderung ideografik, srtinya cenderung
deskriptif, grounded, induktif. Teori dalam antropologi lebih cenderung tebatas
pada satu komunitas. Fokus studi antropologi lebih banyak pada nilai-nilai dan
perilaku khas sebuah komunitas.
Oleh karenanya,
banyak yang mengkritik antropologi bukan kategori sains. Para founding father
ilmu sosial semisal Comte, Durkheim, terobsesi agar ilmu sosial bisa diakui
sebagai sains. Karenanya mereka menyusun semacam "general principles"
di mana pada dasarnya ada teori universal tentang gejala sosial sebagaimana ada
teori unversal tentang alam. Muncullah istilah sosiologi untuk menunjukkan
bahwa ilmu sosial adalah sebagai sebuah sains.
DAFTAR PUSTAKA
Leonard Seregar.
2002. Antorpologi dan Konsep Kebudayaan. Universitas Cendrawasih
Press.
Jayapura.
Rhoades, R.E 1986 Breaking New Ground:
Agricultural Anthropology. Dalam: Green Ed.
Suparlan,
Pasurdi. 1995 .Antropologi dalam Pembangunan. Jakarta: UI
Press
Koentjaraningrat.
2009.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineke Cipta.
Soekanto,soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.
Koentjaraningrat.
(1993). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Lauer,
Robert H. (1993). Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ritzer,
George, dan Douglas J. Goodman. (2003). Teori-teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Predana Media.
Sapto
Adi Dan Mu’arifin (2007)“Sosiologi Olahraga”Upt Perpus Um, Malang
Bouman,
P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian Dan Masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan
Kanisius.
H.Gunawan,
Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang
BerbagaiProblem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar