Jumat, 03 Desember 2021

Manisku

Menatapku tanpa dosa, kau bilang hanya genggaman. Tapi kau ambil seluruhnya. Darimana dan sejak kapan? Entahlah, celakanya candu berhasil menghantui.
Curang, aku bilang dengan penuh kesal! Dan hari itu juga ku meminta lebih darinya.

Dengan santai, dan lagi-lagi tak ada dosa ia datang berbekal kepercayaan diri!

Hai ucapnya, yang tak banyak bicara lagi unjukkan aksinya.
Sekian lama menanti sebuah hasrat tak tertahan, lalu seketika itu terpenuhi tanpa beban.
Huh, melelahkan! Tapi kau datang diwaktu yang tepat.
Dengan kebimbangan yang teralih masuk kedalam duniamu, dan kini menjadi rumah yang selalu kau sambut.
Entahlaaah, sihir apa kau buat ku seperti hilang daya jika tak bersama. Senyummu merdeka meninggalkan jejak tak terduga. Begitu nyata dan selalu terngiang-ngiang.
Esok aku berhenti, tapi nyatanya sampai kini malah jadi obat.

Dekatmu tak ada habisnya, memulai dan dimulai, seakan tak ada yang mampu mengalihkan lagi.
Selembut sutra tak ternilai kau sentuh, manismu tak pernah pandang waktu, selalu berhasil membuat nafas tak karuan, detak jantung yang tak bisa ditahan. Lalu kau bilang "aku menang!".

Tak salah lagi esok pasti ku menuntutmu lebih, jika tantanganmu senikmat ini.
Berkeliaran isi otak, sedetik saja rasanya tak mau memberontak. Mengikuti caramu yang selalu membuat berhasil mencuci otak.

Dasar!! Manisku..
Bahkan rasanya ingin selalu mengikatmu di tepi bale, tak meninggalkan celah.
Kau diam dan biar jadi urusanku saja!.
Tapi lagi-lagi entahlah... Kau yang manis tapi tak membosankan itu, aku menjadi lumpuh sendiri.

Tapi jangan salah!
Esok kita uji lagi sampai dimana kekuatan itu... Ha ha ha🤣

Sabtu, 20 November 2021

Pemerang isi Otak

 Asli yang tak diyakini, palsu yang menjadi dambaan. Begitulah keadaan dunia saat ini. Banyak hati tertipu oleh manisnya racun, sedang obat sudah tak laku lagi. Dimana letak nurani? Kau pikir seisi dunia memeliharamu ha ha ha di dunia hanya ada mereka dan dirinya sendiri. Berkelabuh kesana-kemari kembali lagi menyakiti dengan landasan mencintai diri sendiri! Muak ku mendengarnya, tutup telinga tapi mata tak henti melihat kebohongan yang terus dibenarkan.

Apa yang sedang kau cari? Bahagia, reputasi, atau sejenak ketenangan. 3 hal yang semakin dicari tak usai dapat jawabannya.. Malas menjalani sebuah proses menyakitkan sedang kau ingin kemewahan! Berhenti sejenak ku ingat lagi, sampai dimana perjuangan itu. Dan entah perjalanan itu hingga membawaku telah sampai disini.

Pusing ku dibuat dunia, seakan tak ada habisnya dan tak ada yang bisa dikejar. Dirasa pun sudah tak ada rasa. Bergumam dan bergelut dengan pikiran sendiri, mencari dimana ujungnya? Dimana akhirnya bahagia itu? Tapi lagi-lagi sia-sia.

Mereka berlomba menjadi yang terlihat baik, tapi ternyata hanya sandiwara belaka mengundang polemik dengan segala pembenarannya. Hidupku hidupmu tak ada yang lebih baik!

Berdiam dan terus berperang pikiran dengan diri sendiri. Mencoba melihat dari sisi berbeda dan tetap saja tak ada sisi yang baik kurasa.

Kembali lagi ku dengan isi hati memulai perang menghabisi isi pikiran sendiri. Apa yang sebenarnya kucari? Apa yang sebenarnya mereka pentingkan itu?

Diri Teman Baik

 Ternyata terlewati sudah kala itu yang ku anggap tak mungkin bisa hilang.

Sadarku ternyata ku mampu melaluinya, sepanjang itu jalan yang sudah ditempuh tuk jadikanku saat ini.


Menyendiri akan selalu menjadi hal yang menenangkan, berdiam dan berdamai dengan air mata.

Walau kadang ia mendahului rasa, mengalir tak lihat tempat. Percayaku tenang selalu jadi tujuan dan lagi lagi ia adalah teman yang menenangkan.


Tersadar dari segala hal pahit, getir, patah, berdarah pun menjadi makanan yang tak bisa dihindari lagi. Lalu bagaimana bisa kurasakan perih duri dijari manisku? Jika lama sudah pisau menancap dijantung?


Bernafas dengan penuh kesesakan, berjalan tanpa arah pasti. Seakan hidupku tak terpilih untuk dirasakan damai.

Tak apa, masih ada kaki yang senantiasa menopang.

Tak apa, masih ada ruang hati tuk bersandar sejenak.

Tak apa, masih ada air mata yang selalu menenangkan.....

Minggu, 17 Oktober 2021

Curahan hati hamba Tuhan

 Tuhan, entah darimana datangnya tapi aku percaya akan rencanamu.

Disetiap air mataku yang penuh harapan, selalu berhasil Kau buat ku terkagum dengan jawabanMu. Kali ini aku benar-benar berserah kepadaMu, apapun yang kurasakan adalah bagian dariku untuk lebih baik.

Terimakasih, sampai detik ini perlahan aku kuat. Perlahan Engkau latih aku dengan hal tak terduga dalam hidupku.

Yang sesungguhnya tak harus dirasakan pahit, terimakasih telah tunjukkanku untuk merasakan dengan cara yang berbeda.

Maaf, jika selama ini keluhku seakan tak mensyukuri nikmatmu yang lebih besar dari ujianMu.

Maaf untuk aku yang selalu terburu-buru menginginkan bahagia. Padahal bahagia itu sedekat nadiku sendiri.

Bahagia adalah ketika aku utuh menjadi diriku sendiri, dan alam semesta ikut serta mendukung itu.

Tuhan, jadikan aku orang yang selalu ingat bahwa kuat tak hanya dalam ucap. Tapi kuat adalah dalam tekat dan hati. Jadikan aku seperti karang yang selalu menyambut ombak dengan senyuman.

Sekuat itu aku berharap.

Tentang perasaan yang selalu kupertanyakan, perlahan ku lepaskan semuanya walau dengan hati tak ikhlas. Hanya harap untuk hati jadi lega saja.

Tuhan jika memang belum waktu terbaik untukku, yakinkanku untuk tak menginginkan hal yang salah.

Yakini aku bahwa waktunya nanti akan tetap terindah untukku. Dia yang kini masih entah siapa, hadirkan untukku diwaktu yang tepat. Karna aku tak ingin buru-buru lagi. Terserah Tuhan, kali ini ku pasrahkan semuanya kepadaMu, siapapun itu....

Dan esok jika dia benar datang, persiapan kan aku untuk menjadi seseorang yang jauh lebih siap. 



Penanggungan, 17 oktober 2021

Jumat, 15 Oktober 2021

Harap yang tak diharapkan

 Malam ini aku kembali merasakannya lagi, sakit dan kecewa yang sudah meradang. Tak sembuh malah semakin sering kambuh. Entah datangnya darimana? Siklus yang kurasa sangat menyiksa.

Perjalanan ke 25 tahun yang sangat menguras energi dan batin. Tak banyak inginku sekarang hanya harap tenang.

Mungkin teguran sang pencipta karna telah jauh melupakan, tapi kumohon jangan seperti ini. Sungguh siksaan batin lebih menyakitkan dari sakitnya badan.

Aku benci harus memakai topengku lagi, seolah aku tak apa-apa. Aku benci menyenangkan banyak pihak, tapi diriku sendiri tak terpenuhi. Kembali lagi aku berharap hanya ketenangan.

Semakin hari, semakin tak tau arah. Tak tau apa tujuan perjalanan ini. Setiapkali ku menemukannya ternyata tak kudapati tempatnya. Berulang kali dan berulang lagi, seakan tak ada tempat yang sebenarnya ada.

Mungkin aku yang selama ini menaruh harap yang salah. Menaruh keinginan yang salah.

Aku benci, tapiku akui rumahku telah hilang. Dan aku tak tau bagaimana caranya memulai membangun lagi. 

Berlunta-lunta kesana-kemari tak kunjung ditemui, tapi tak henti menaruh harap yang tak pasti. Dan sekali lagi ku ingin bertanya dimana letak ketenangan itu?

Air mata sudah tak menjadi obat lagi, semakin membenarkan diri untuk ingin menghilang saja!

Minggu, 10 Oktober 2021

Hadirmu sudah tak ada arti

 Kembali lagi aku dengan patahan yang selalu setia menghampiri. Entah aku yang terlalu rapuh atau kuatnya badai selalu berhasil mengalahkan kuatku. Aku yang tetap berdiri tegak seperti kukira, tapi nyatanya cermin bicara lain. Semakin bungkuk memanggul beban tak berwujud.

Hei, sapaan dia yang selalu berhasil membuatku tersenyum. Tapi tidak hari ini! Kau datang lupa membawa topeng indahmu yang ku tau meluluhkan itu. Hari ini kau datang dengan semua sudut-sudut pahit yang melihatnya pun aku hilang rasa.

Kejam, diriku sendiri menilaiku! Tapi tuan jika teman yang kau cari kau sudah temukannya? Lalu apa sisiku yang kau incar?

Baikmu tak pernah salah jika berada disini, tapi entah gejolak datangnya dari mana semuanya sudah tidak bisa diterima. Maaf tuan hadirmu sudah tak lagi menjadi arti.

Esok hari kau bilang aku akan jadi ratu, tapi berungkali ku tanya dimana mahkotanya? Jangan banyak mau! Kau bilang.

Tak masalah, jika sudah termiliki. Tapi jangan harap, harapku akan kembali.

Jalani saja, pembenaran kesekian yang membuat semakin muak!

Penindasan yang kau jadikan kekuatan tuk aku tak berbuat apa-apa. Jangan salah sekalipun kau benci aku sudah siap tuan.

Sampai detik ini kebodohan terus membuatku tak beranjak, bukan karena cinta tapi buta yang tak kunjung reda.

Terimakasih

Dariku sang bodoh yang tak kunjung sembuh

Minggu, 08 Agustus 2021

Kekasih abuku

 Hari itu pertemuan pertama yang entah akan terjadi pertemuan seterusnya, atau mungkin menjadi sekaligus pertemuan terakhir.

Titik dimana aku tak tau melampiaskan kekesalan yang tak tau juga datangnya darimana, dan kamu hadir. Entah angin apa yang mengundang kita harus saling menyapa, walau hanya beberapa detik. Didetik itu juga jiwa kosong ini terisi kembali.

Putri malu yang tersentuh tak suka tunjukkan mekar daunnya, tapi denganmu terasa sangat nyaman untuk tunjukkan sisiku. Aku tau rasanya tak mungkin jika menaruh hati pada angin, tapi hembusanmu sangat membuatku terbawa bahkan tak pernah tau jika sejauh ini. Terseret dan ikut hilang dari tempat abuku.

Rasanya tak adil jika ku anggap kamu rumah, tapi begitu adanya. Kau yang yakini dirimu, aku sebagai wahana tapi bagiku tak masalah. Karena bisa saja kamu kembali lagi menemui tempat indahmu. Aku dengan kebodohanku yang tetap menunggumu.

Walau ketidakmungkinan berusaha menjelaskan, tapi tetap kamu yang kuyakini dalam hati.

Entah, akupun juga tak tau. Melihatmu dalam pelukan orang yang kau cintaipun, seperti tak masalah. Tapi sehari berusaha menghilangkanmu, rasanya jauh lebih sulit. Mungkin titik yang ku buat sangat terlalu dalam, sehingga tak memilikipun tak masalah lagi. Asal senyummu masih bisa terlintas. Walau dari jauh...

Tenang saja, aku tak akan mengganggumu. Karena caraku mengagumimu tak sereceh menginginkan sapaanmu. Bahkan untuk kau ketahuisaja, aku tak berniat. Tapi terimakasih, adanya kamu mengisi celah kosong dibagianku. Membuatku lengkap dan merasa hidup lagi bahkan disaat kamu menghilang.

Rabu, 16 Juni 2021

Dunia berisikk

 Kembali lagi perjumpaan kita, lembaran putih yang akan penuh dengan lampiasan sesakku yang baru. Sebuah pelik kenyataan dunia ini yang sangat menyakitkan, menyesakkan.

Dunia ini berisik, oleh orang-orang senang berdiam yang pandai menunjuk dan melantangkan suaranya. Tak lengkap kalau tak rumit, tak puas kalau tak pecahkan kepala orang. Banyak hal tak sejalan, dipaksa dilalui hingga berujung memaksa kehendak. Tak ragu berkata salah, jelek, tidaak dengan mudah tanpa mendengar dan melihat seluruh sisinya.

Huft, pening kepala ini...

Padahal jika kau ingin menutup pintu kamarmu, kau tinggal beranjak dan menutupnya. Tapi seakan dunia tidak adil, semua manusia tidak peka, waktuku tidur tapi tidak ada yang mau menutu pintu kamarku. Seluruh isi rumah ini sudah tak peduli. Sekeras apapun berteriak tak ada yang mendengar.

Serumit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Dunia begitu dipenuhi orang-orang pandai memerintah, dengan segala macam teori yang bahkan belum pernah mereka coba.

Berisiik, dari orang-orang yang bicarakan buruknya aku. Tapi sayang telinga masih mampu mendengarkannya.

Berisik dari dari segala keluh yang tak pandang nikmat. Gelas jatuh kau bilang sialan, padahal dengan mudah tanganmu ayunkan dan bersihkan tumpahan airnya.

Mengapa seutas tali yang lurus sudah rapi, sedang kau sibuk buat simpul yang tak karuan. Lalu menggerutu tak bisa lepaskan simpulmu sendiri.

Bising dari sebuah perasaan yang menuntut dibenarkan, menjelaskan a b c d bahkan seluruh angka disebut demi pengakuan tak masuk akal. Padahal perbedaan pendapat tak selalu ada salah dan benar. Coba tengokkan kepalamu dan lihatlah dari sisi lain.

Berisik dari orang malas yang gelisah melihat orang senang, berperang pikiran bahkan sampai pada rangkaian kata yang sangat menyakitkan. Seakan semua harus sama dengannya.

Berisik dari orangnya menuntut kerjasama, bahkan semua pekerjaan sudah dibagi rata. Semua sibuk mengerjakan tugasnya. Sedang ia yang asik melenceng dari alur, marah melihat semua sudah santai menikmati waktu luangnya. Marah seakan ia kerja sendiri, bahkan dengan tugasnya sendiri. Membentak dan memaki semua orang. Tak peduli, tak bisa diajak kerjasama, dan kata-kata menyakitkan lainnya. Padahal sesederhana selesaikan tugas utamamu, dan ikutlah bersantai dengan mereka.

Setiap pembelianmu kau kira kau raja, bahkan semua warna sudah dikeluarkan. Menunjuk sana-sini, mencoba ini itu. Masih sulit tuk bilang terimakasih?

Sungguh seakan dunia ini dipenuhi orang yang maunya diutamakan, tapi lupa cara menghargai orang lain. Lupa bahkan mungkin mereka kira hanya dia saja yang punya hati!

Berkali kuberpikir, sesederhana itu untuk dapatkan ketenangan. Sesederhana berhenti menjelaskan jika sudah tak diterima. Tak perlu dibahas jika sudah pasti datangkan debat. Apa-apa lakukan sendiri, energimu masih tersisa jika kau selesaikannya sendiri. Memerintah, membentak, dan timbul penyakit hati jauh menguras emosi. Kalau ada yang salah ya dibenerin, gerutumu tak akan menyelesaikan masalah! Ingin pergi, pergi saja tak perlu tunggu manusia jam karet yang berujung membatalkan agendamu. Membenci orang, benci saja dalam hatimu jangan rekrut orang-orang baik tuk ikut membenci orang lain. Bisa nggak tiap kali nyuruh utamakan kata Tolongg, dan diakhiri Terimakasih.

Sabtu, 03 April 2021

Harapan yang hilang

 Entah dengan egoisnya aku melupakan hak privasi orang lain. Tapi rasa penasaranku melebihi batasan itu. Dan satu persatu kebohongannya akhirnya terungkap. Apa yang dikatakannya tidak adalah yaa terbesar yang sangat jelas. Oh mungkin privasi, dan mungkin aku belum cukup mengenali dekat hingga hal itu tak boleh aku tau. Tapi setelah denganku, mengapa panggilan sayang masih saja kau balas dengan manis? Padahal kisah itu sudah berlalh. Seperti tak ada artinya ada atau tidaknya diriku. Yang membedakan hanya frekuensimu dengan yang kau sebut mama, haney, sayang itu memang tak se instens seperti denganku. Seakan menunjukkan kondisimu masih stay dengan mereka.

Aku tau tak pernah kata serius terlontar dari mulutnya, dan memang tak bisa ku tampih jika aku mengharapkan itu. Tapi rasa-rasanya anak tangga menuju harapan itu satu persatu dipatahkan. Mungkin yang tersisa hanya segelintir saja. Perlahan semua pemikiran menjadi berubah. Mulanya mendambakan sebuah ikatan, kini bersisa tanya? Akankah jika adanya ikatan itu akan menjadi bahagia dalam hidupku? Atau sama seperti ini saja, atau mungkin menjadi sengsara baru dalam hidupku?

Entah, hanya bisa menjalaninya saja. Tentang semua hal yang memusingkan itu rasanya aku yak mampu memikirkannya lagi. Aku percaya dengan masalalumu adalah milikmu dan sebaliknya. Sadar jika diri juga punya masalalu. Tapi entah pernyataan itu tidak selalu berhasil menenangkan. Seakan rasanya tak adil bagiku..

Dan tetap saja meninggalkan rasa kesal, kecewa, dan mungkin cemburu. Dan semua itu harus kupaksa bungkus dengan senyuman dan tawa manis saat dengannya. Aku sadar diri belum bisa menjadi hebat yang patut dibanggaan, dan hanya inilah satu-satunya mantra yang membuatku sedikit tenang.

Dan dari semua yang aku tahu, semua yang kutebak-tebak sendiri. Aku tidak akan mencari tahu lagi. Entah bagaimanapun kamu, sedari awal aku telah memilih menerima. Namun mulai hari ini mungkin harapku sudah tak sama lagi.

Jika anak burung ini yang kau anggap masih butuh suap, jangan lupakan jika waktunya ia bisa terbang lebih jauh. Entah nanti seperti apa semuanya kulampiaskan dengan hal-hal yang bisa membuat diriku lebih bernilai.

Karna aku yakin kata jodoh hanyalah soal penyetaraan, dan hari ini aku sudah tidak memaksakan lagi siapa orangnya. Siapapun nanti yang menjadi pendamping untukku akan kupastikan dia akan sangat-sangat beruntung memilikiku. Dan siapapun ynag melepaskanku ia akan rasakan sesal sesesal sesalnya.

Bukan maksud diri untuk mendendam, tapi sebuah pelajaran baru akan selalu ada dalam sebuah peristiwa.

Rumitnya isi otak

 Entah bagaimana semua pandangan hidup bisa seketika berubah. Hal paling besar dalam hidupku bukan lagi hal yang terasa wah. Hal yang ingin kutuju bukan lagi sebagai tujuan. Dengan sesak hati penuh keraguan, tapi hati terus saja membenarkan pikiran. Pandanganku tentang hal sakral (pernikahan) sudah benar-benar berbeda rupanya.

Mulanya yang ku anggap ia sebagai tujuan terbesarku, namun banyak fakta menjawab bahwa ia bukanlah tujuan. Bukanlah seperti kisah disney yang selalu berakhir bahagia. Bahkan mungkin ia bisa saja jadi awal dari sebuah kesengsaraan. Entah, pemikiran datangnya darimana tapi jelas sekali dengan penuh sesak hati membenarkan lagi.

Secara tidak sungkan, nyatanya banyak kisah baru juga dimulai dalam lingkaran pernikahan. Banyak hal yang jelas ku lihat bahwa perselingkuhan adalah hal yang biasa dijaman sekarang. Dan percintaan hanyalah perasaanku saat ini, entah nanti biar Tuhan yang atur. Bukankah semua itu hanyalah persembunyian dari kemunafikkan manusia.

Lalu untuk apa pernikahan itu ada? Sampai kapan harus menuruti kata hati sedang yang dijanjikan dengan mudah dihempaskan?

Semula aku berpikir bahwa aku spesial jadi bagian dari seseorang, nyatanya semua orang bisa saja jadi spesial. Nyatanya sebuah kisah dalam masalalu selalu menjadi iri yang mendalam. Nyatanya semua wujud kasih sayang adalah hasil terlatih dari sebelumnya. Bodohnya yang selalu mengijinkan hati merasakan patah dengan hal yang sudah berlalu. 

Perempuan dikodratkan untuk melahirkan, menyediakan, dan mengurus keluarganya. Hal yang baru lagi kubenarkan, bahwasanya semua perempuan dapat menjadi ibu tanpa harus melahirkannya. Anak kandung lahir dari rahim ibu, tapi anak asuh lahir dari hati ibu. Faktanya jauh lebih dalam ketika seorang wanita bisa menyayangi seorang anak asing layaknya lahir dari rahimnya.

Yang menjadi tangisku adalah untuk apa mereka dilahirkan jika orang tuanya tak mampu membahagiakannya, menuntut untuk menjadi apa yang orangtua mau melupakan hak hidup setiap orang. Untuk apa bayi-bayi mungil dilahirkan, jika kelak menjadi bahan amarah!

Jika semua pertanggung jawaban itu tidak bisa dipenuhi, kmbali lagi padadasarnya apa yang bisa kita raih dari hak sakral itu?

Kita semua berhak memilih atas apa yang akan terjadi dalam hidup, bukan berarti menjadi anak durhaka jugaa. Bangun, dan gapai semua hal yang ingin ku gapai. Tak peduli lagi angka yang terus bertambah. Karena pada dasarnya hidup bukanlah soal perlombaan. Dan hidup akan selalu berjalan bagaimanapun kondisi kita.

Dari semua itu aku menyadari bahwa sangat banyak sekali hal yang harus kuperbaiki dalam diri, jika kelak entah siapapun pendamping hidupku. Aku ingin dia yang bangga menunjukku sebagai ratunya. Dan entah jika Tuhan mengijinkan nanti, bayi mungil dan lucu untuk lahir dari rahimku. Aku ingin ketika dia dewasa nanti dengan menunjukku pada teman-temannya dia ibuku paling hebat. Aku ingin kamu menjadi manusia paling beruntung nak.


 Menulis ini begitu sangat sesak, mengingat lagi semua angan-angan seakan sudah tak bermakna lagi.

Rabu, 03 Februari 2021

Kosong

Saya tahu betul bagaimana orang membenci perpisahan, padahal ia tak pernah berharap untuk bertemu dengan siapapun. Jika perpisahan tak selalu mengandung tangis, mengapa rengekan selalu menyertai.
Jika hari ini air tak mampu melawan wadahnya, apakah sejak hari ini saya pun yang tak mampu ubah garis takdir?
Saya tak pernah paham tentang dalamnya arti seseorang yang menyatu dalam jiwa, tapi saya tau persis bagaimana kulit menyelimuti daging. Dan bagaimani kulit yang ditarik paksa lepas dari daging itu, mungkin seperti itu rasanya kehilangan.
Tak mengapa, mungkin hari ini saya lebih terlihat lesu. Tak mengapa mungkin hanya rasa kosong saja.
Tapi mengapa tak adil jalannya, berulang kali saya tenangkan hati. Kamu hanya manja saja.